"Kontribusi Pertanian Dalam Negeri untuk Menunjang Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan”. Tema itulah agenda utama seminar nasional yang digelar Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan YoMa) pada 29 Juni 2021 dalam rangka dies natalis ke-3. “Tema itu sangat tepat. Karena satu hal yang bisa bertahan sampai kapan pun adalah dunia pertanian,” ujar Direktur Polbangtan YoMa Bambang Sudarmanto.
Seminar nasional diselenggarakan secara daring diikuti sedikitnya 500 peserta melalui Zoom. Di antaranya, dari kalangan mahasiswa, peneliti, penyuluh, praktisi pertanian, dan wirausahawan. Baik dari lingkungan Polbangtan maupun institusi lainnya.
Acara yang juga ditayangkan secara live streaming melalui Youtube menghadirkan tiga pembicara utama dan 50 pemakalah.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi menyatakan, saat ini Indonesia sedang melakukan transformasi pertanian. Menurutnya, hal itu harus dimulai dengan transformasi mindset para pelaku pertanian. “Harus ada perubahan pola pikir dalam pembangunan pertanian saat ini. Maju, modern, mandiri, dan memanfaatkan teknologi informasi,” ujarnya.
Hal itu selaras dengan amanat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang terus menggelorakan semangat bertani bagi generasi muda milenial. Karena kalangan mileniallah yang cepat tanggap dan paham terhadap perubahan zaman terkait perkembangan teknologi. “Milenial akan menjadi motor penggerak pertanian Indonesia ke depan menuju ketahanan pangan nasional,” ungkapnya.
Dalam seminar nasional, peneliti peternakan Universitas Gadjah Mada Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEANEng menyampaikan materi kesiapan tiga pilar produksi (pakan, bibit, manajemen) dalam mendukung ketahanan kemandirian pangan di Indonesia. ”Strategi produksi peternakan harus berbasis sumber daya lokal serta memperhatikan kesejahteraan hewan dan traceable,” katanya.
Menurut Ali Agus, hasil produksi peternakan seperti daging, telur, susu harus berkualitas. Yakni higienis, halal, dan baik.
Dari sisi manajemen, peternak harus mampu memperkuat supply chain dan smart infrastructure & IoT to support production lines. “Ini membutuhkan SDM milenial yang tangguh. Menguasai IT, English literacy, dan entrepreneur,” jelasnya.
Sedangkan peneliti pertanian dari Universitas Sam Ratulangi Prof Dr Ir Jeanne Martje Paulus MS memaparkan materi tentang teknologi produksi padi sawah berbasis organik.
Jeanne menekankan pentingnya bertani organik lantaran saat ini budidaya konvensional dengan kimia/pupuk+pestisida tinggi membuat degradasi lahan pertanian dan pencemaran lingkungan. Sehingga berdampak kurang baik bagi kesehatan.
Teknologi produksi padi sawah berbasis organik bisa dilakukan dengan metode SRI (system of rice intensification), metode IPAT-BO (intensifikasi padi aerob terkendali-berbasis organik), metode SALIBU (sekali tanam panen berulang kali), dan metode Jajar Legowo-Super.
Sementara itu, peneliti dari Universitas Diponegoro Siwi Gayatri SPt MSc PhD mengatakan, profesi petani-peternak merupakan tulang punggung perekonomian rakyat Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan strategi atau penguatan dan meningkatkan kapasitas generasi muda untuk terjun di dunia pertanian. “Ini sesuai arahan Pak Mentan untuk bisa menghasilkan jutaan petani -peternak milenial,” tuturnya.
Siwi mengatakan, syarat generasi muda pertanian yang profesional dilihat dari lima aspek. Yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan, akses informasi, dan kemampuan membangun jaringan.